That saying of the Prophet," he said, returning to the saying he had read out at the beginning, "tells us to strive for the hereafter as is we would die tomorrow, and to strive for this world as if we would live forever. This means, that we must do our religous duties earnestly, with rapt attention and humility, surrendering our outer and innerselves totally to Allah. How can we do this if we don't even perform all the five daily prayers regularly, and skip the Zuhur prayer everyday and perform the prayer later with the Asar prayer, just to finish a bit of hoeing or something else".______________________________________________________
The teacher tried to see the responses to his preaching. But his listeners sat with their head bowed and he could not read their faces."Perhaps we think that we are striving for the world as if we would live forever,and thatis why we cannot perform Zuhur prayer in its specified time. Is this true? If it is true, why is the result of our hard work so meagre compared with that of the non Muslims? It's because we are not striving earnestly to get abundant yields, we only work half-heartedly. Having lived a long time, surely we would need an abdundance of the necessities of life. we would not be living from hand to mouth. this hand-to-mouth existence is not a part of the teachings of Islam," the teacher smiled slightly. "We work without rules, without schedules, perhaps evven without looking our agricultural tools properly. We use up so much energy that we have no more strength left for prayers. We take up so much time that we cannot pray at the proper times. Yet the result of our slogging is so puny." The teacher studied each face before him.
"All these spring from our ignorance of the inner wisdom of the teaching of Islam. Think, study: is there a single one of our religious duties that is without conditions and principles? In these conditions and principles lie the wisdom concerning the importance of rules and time. Ritual prayers have their times, conditions and principles. Fasting, tithes, pilgrimage, all have their conditions, times and rules. Daily work is also a religious duty for we are commanded to do it for our life in this world. As a religious duty, it must have conditions and principles too. It must have proper rules and schedules, This inner wisdom brings good results."
Ia adalah petikan dari Jungle of Hope, Karya Keris Mas yang diterjemahkan dari Rimba Harapan oleh saudari Adibah Amin. Tanpa melihat kepada gaya penterjemahan yang sangat bagus tetapi lebih memerhatikan isi kandungan petikan ini, terlalu banyak hikmah yang boleh dipetik.
Beberapa ketika saya merasakan ia mengenai hidung begitu ramai orang, khasnya Melayu dan Muslim. (Pedulikan isu ketuanan Melayu, sudah jelak saya membaca dan mendengar dari kaca-kaca dan corong-corong media. Isu ketuanan Islam usai pula dari minda mereka semua ni. Sedang asli Melayu itu mandirinya islam, bukanlah sebaliknya. ) Petikan ini memukul rata keseluruh "jenama" Melayu - Melayu bandar, Melayu kampung, Melayu liberal, Melayu muda, Melayu tua, dan lain lain lagi.
Dalam usaha kita memperbaik KPI, menggantikan DEB kepada dasar ekonomi yang lebih membantu melayu tanpa menganaktirikan bukan Melayu, kita tak pernah serius mengambil pusing kepada aspek pemasaan dan aturan kerja yang lebih patut diberikan fokus. Fokus ini pula datangnya semesti dari pemerhatian dan kejituan kita kepada siri rukun yang lima. Namun, malang sekali, apabila rukun yang lima cuma dilihat dari aspek keuntungan. Contohnya zakat dan haji. Yang tidak begitu menguntungkan (dan tidak dapat dipusingbelokkan untuk diambil keuntungannya), contohnya syahadah, solat lima waktu, dan puasa tidak ditegas dan ditekankan. Kita boleh lihat, baca, dengar dan fikirkan sendiri.
berkaitan syahadah-
isu murtad, berapa seriuskah pihak yang berkenaan menyelesaikannya? tidak termasuk lagi dengan akta agama baru kita yang melibatkan anak di bawah umur 18 perlu mengikut agama asal ibu bapa mereka.
Berkaitan solat-
Pihak berwajib lebih menekankan pembinaan masjid-masjid baru tanpa menekankan pengimarahannya secara total. Boleh difikirkan lanjut. Soal solat lima waktu? Mereka tahukah yang solat lima waktu yang berkualiti lebih berkesan meningkatkan produktiviti kakitangan dalam jangka masa pendek dan panjang daripada program kendalian Human Resources, yang costly dan lebih banyak libur dan hiburnya dari efektifnya?
Berkaitan puasa-berapa ramai Melayu yang tidak berpuasa (lupakan mereka yang sudah meninggalkan Islam)? Memanglah puasa tidak ada "Lembaga Tabung Puasa", seperti mana ibadah haji. Tapi, hanya kerana puasa tidak memberi keuntungan secara langsung kepada ekonomi negara selain dari bazar-bazar yang melata, perlukah kita menghantar lebih banyak "kereta mayat" setiap hari Ramadhan untuk menunjukkan kesungguhan kita membentuk Melayu berjatidirikan puasa?
Sekadar ulasan dari petikan. Namun hakikatnya saya kasihan melihat bangsa sendiri. Dihina orang pun masih tidak sedarkan diri.